Senin, 19 Juli 2010

ILMU RIJAL AL-HADITS

Pendahuluan

Sebagaimana diketahui bahwa sanad itu ialah rawi rawi hadits yang dijadikan sandaran oleh pentakhrij hadits dalam mengemukakan suatu matan hadits. Nilai suatu hadits, sangat dipengaruhi oleh hal-hal, sifat-sifat, tingkah laku, biografi, mazhab-mazhab yang dianutnya dan cara-cara menerima dan menyampaikan hadits dari rawi.

Mengetahui hal-hal tersebut, perlu sekali, dan memeberi faedah yang sangat berguna. Seseorang penuntut ilmu hadits belum dianggap sempurna, jika belum mendalami ilmu-ilmu yang berhubungan dengan sanad, disamping ilmu-ilmu yang berpautan dengan matan hadits, seperti ilmu Gharibil hadits, Asbabul wurud, Tawarikhul mutun, Ilalul hadits, dan lain sebagainya. Sebab sudah dimaklumi bersama, bahwa hadits itu terdiri dari matan dan sanad. Dengan demikian menguasai ilmu sanad berarti dapat mengetahui setengah dari ilmu hadits.

Pembahasan

A. Ta’rif Rijal al-Hadits

Ilmu Rijal al-Hadits ialah ilmu yang memepelajari sejarah perawi-perawi hadits yang berpegang kepada madzhab itu, dapat diterima atau ditolak riwayat mereka, dan pegangan –pegangan mereka, serta cara mereka menerima hadits. Menurut Drs. fathurrahman :






” Ilmu pengetahuan yang dalam pembahasannya, membicarakan hal ikhwal dan sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabi’in, dan tabi’ittabi’in ”
B. Perbedaan antara ilmu rijal alhadits dengan ilmu tarikh rijal, ilmu thabaqat, dan ilmu jarh dan ta’dil.

1. Ilmu sejarah perawi ( Tarikh Rijal ) ialah ilmu yang membahas tentang hari kelahiran dan wafat perawi. Dengan ilmu ini, kita dapat manetapkan kemuttashilan ( tersambung ) sanadnya atau kemunqathi’annya ( terputus ). Seorang perawi yang mengaku mendengar hadits dari seorang, tidak dapat kita tolak pengajuannya, terkecuali kalu kita mengetahui hari lahirnya ketika orang yang sebelumnya wafat.
2. Ilmu thabaqat ialah ilmu yang membahas tentang orang-orang yang berserikat dalam suatu urusan ( Orang-orang yang semasa dan sekerja ). Faedah mengetahui ilmu ini untuk membedakan antara orang-orang yang senama dan tidaklah disangka pada yang lain, hal ini diketahui dengan jalan umur dan pengambilan ( sama-sama berguru pada seorang guru )
3. Ilmu jarh wat ta’dil ialah ilmu yang dengannya dapat kita ketahui siapa yang diterima atau ditolak dari perawi-perawi hadits.

C. Keutamaan Sanad dan Kepentingannya

Sesungguhnya keutamaan sanad akan menentukan hasil hadits yang diperoleh darinya, dan hasil-hasil itulah yang sangat mulia dan sangat tinggi. Dengan sanadlah dapat kita ketahui hadits yang diterima dan yang ditolak, yang sah diamalkan dan yang tidak sah diamalkan. Dialah jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum islam. Kebanyakan hukum-hukum dan penjelasan dalam al-Qur’an bersumber pada hadits-hadits yang kita peroleh sesudah mempelajari sanad. Sungguh banyak hadits – hadits yang dan atsar-atsar yang menerangkan keutamaan sanad.

Asyafi’y dan Al-Baihaqy meriwayatkan dari ibnu mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda :









” Mudah-mudahan Allah memperindah manusia yang mendengar haditsku, lalu dihafal, difahami dan disampaikan kepada orang lain seperti yang didengar, karena banyak orang yang mengaku hukum menyampaikan apa yang diketahui kepada orang yang lebih paham darinya. ”
D. Umat Islam sangat memperhatikan Sanad

Sanad merupakan tempat kembali dan pokok pangkal tasyri islami . Di dalamnya banyak berkisar hukum – hukum dan haditslah yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang mujmal . Karena itulah, ulama islam, terutama dipermulaan Islam memberi perhatian terhadap sanad. Perhatian yang besar ini berdasarkan sabda Nabi SAW yang terdapat dalam kitab-kitab shahih dan kitab-kitab musnad,yaitu :





” Apakah telah aku sampaikan hendaklah orang yang hadir di antara kamu menyampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir. Kerapkali orang yang disampaikan berita kepadanya, lebih paham daripada yang mendengar sekarang ini.”

Dalam rangka mengancam orang yang merusak sanad atau berdusta membuat-buat sanad, Nabi SAW bersabda :





” Ceritakanlah apa yang kamu dengar dariku dan janganlah kamu katakan selain dari yang benar. Orang-orang yang menceritakan atas namaku apa yang tidak ku sampaikan, niscaya dibangunkan di dalam neraka untuknya, suatu rumah yang akan dijerumuskannya ke dalam tempat itu.”

Bentuk perhatian sahabat terhadap sanad adalah dengan menghafal sanad-sanad itu. Mereka mempunyai daya ingat yang luar biasa. Sikap mencari benar tidaknya suatu riwayat telah dilakukan oleh Khulafa Rasyidin. Dengan perhatian mereka dan sahabat-sahabat besar yang lain, terpeliharalah hadits-hadits Rasul dari ahli bid’ah dan yang lainnya. Oleh karena itu semua imam hadits, berusaha pergi melawat ke berbagai kota untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang dikatakan sanad ’Ali. Sebagian sahabt, tabi’in dan tokoh-tokoh hadits yang besar seperti Bukhary dan Muslim dan yang lainnya melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk mencari hadits dan sanadnya.


Sa’id Ibn al-Musayyab berkata :



” Sesungguhnya aku berjalan bermalam-malam dan berhari hari hanya untuk mencari sebuah hadits”

Asy-Sy’abi berkata :



”Ambillah riwayat ini, tanpa ada sesuatu kesulitan, sesungguhnya orang-orang dahulu, melawat untuk mencari yang kurang daripada ini ke Madinah.”

E. Umat Islam sangat memperhatikan Sanad Hadits

Memperhatikan sanad riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam. Abu Hatim ar-Razi berkata :




”Tidak ada dalam kalangan umat dahulu, sejak Allah jadikan Adam, orang-orang terpercaya, yang memelihara perkataan Rasul sebagaimana mestinya, selain umat Islam.”
Ibnu Hazm telah menandaskan bahwa nukilan orang yang terpercaya, hingga samapi kepada Nabi SAW, dengan bersambung-sambung perawi-perawinya adalah suatu keistimewaan yang Allah khususkan terhadap kaum Muslimin yang tidak diberikan kepada Umat yang lain. Jika sanad itu terputus-putus, dapat kita temukan dalam riwayat orang-orang Yahudi. Namun demikian, sanad mereka tidak juga sampai kepada Musa, sebagaimana kita kepada Muhammad. Mereka berhenti pada orang-orang yang di antara mereka dengan Musa masih terdapat 30 masa. Demikian pula halnya di dalam kalangan orang-orang Nasrani. Mereka tidak punya sanad-sanad yang muttasil, kecuali dalam masalah thalaq.

Dimaksudkan dengan khusus bagi umat ini ialah riwayat yang dihargai oleh ahli hadits, yaitu keadilan perawi dan kekuatan hafalannya. Umat Islam memperhatikan hal ini. Periwayatan yang tidak memperhatikan keadilan dan kebaikan hafalan perawi, itu terdapat di mana-mana. Bangsa Arab sebdiri mengahafal silsilah keturunan dewa-dewa mereka, dan pembesar-pembesar mereka dan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

F. Definisi Thabaqat

Thabaqat ialah sekumpulan orang ( Suatu jamaah ) yang umurnya sebaya dan berserikat dalam menerima pelajaran dari seorang guru ( sama-sama belajar kepada seorang guru )

Para sahabat umpamanya, kalu kita menjuluki mereka dengan nama sahabat, atau mengingat persahabatan mereka dengan Rasul dan pergaulan mereka dengan Rasul, dapatlah mereka dikatakan satu thabaqat. Tetapi, jika dipandang dari sudut yang lain, seperti sama-sama berhijrah dari Makkah ke Madinah, dan lain-lain, maka semua mereka terdiri dari 5 thabaqat atau 12 thabaqat.

Diantara kegunaan mengetahui thabaqat ialah dapat mengetahui tadlis dan ’an’anah.

G. Sahabat dan Thabaqatnya

1. Ta’rif Sahabat

Sahabat menurut lughah, jama’ dari sahib itu diartikan : yang menyertai. Menurut ’urf, kawan atau teman yang selalu berada bersama-sama kita. Dan jamak kata shahib adalah shabhun, ashab, dan sahabah. Shahaby, menurut jumhur ahli hadits ialah :



” Orang yang bertemu dengan Nabi, ia beriman kepadanya dan mati dan keadaan Islam.”

Orang yang bertemu dengan Nabi SAW, namun dia belum memeluk agama Islam, tidak dipandang shahabat. Karena orang itu masih dipandang musuh. Orang yang semasa dengan Nabi SAW dan beriman kepadanya, tetapi tidak menjumpainya, seperti an-Najasi ( Raja Habsy) atau menjumpai Nabi SAW setelah Nabi SAW wafat, seperti Abu Dzuaib.

Termasuk shahabat, jika dia tetap dalam keadaan beriman, sehingga dia wafat. Jika dia murtad setelah dijuluki dengan shahabat , hilanglah kesahabatannya, sehingga dia kembali beriman. Jika dia meninggal dalam kekafiran seperti Abdullah ibn Jahasy, maka hilanglah kesahabatannya itu.

Ditandaskan oleh Al-Hafidz bahwa pendapat yang paling shahih ialah ”shahaby” hanyalah orang yang berjumpa dengan Nabi SAW dalam keadaan dia beriman dan meninggal dalam Islam, baik dia bergaul lama dengan Nabi atau tidak, baik dia turut berperang bersama Nabi SAW atau tidak, baik dia dapat melihat Nabi, tetapi tidak duduk semajlis dengan Nabi SAW atau tidak dapat melihat Nabi karena buta.

Menurut Utsman Ibn Shalih bahwa yang dikatakan Shahaby ialah orang yang menemui masa Nabi SAW walaupun tidak dapat melihat Nabi SAW dan memeluk Islam semasa Nabi SAW masih hidup. Al-Jahid berpedapat bahwa shahaby ialah orang yang berjumpa dengan Nabi lama pula persahabatannya, dan juga dan juga meriwayatkan hadist beliau.

Penulis Asyhar Masyahir al-Islam mengatakan : ” Sesungguhnya, makna Shahaby yang diberikan oleh hadits, tidak disetujui secara lughat dan ’urf. Karena, jika dikatakan shahaby setiap orang yang melihat Nabi, walaupun tidak bergaul dengan Nabi, apakah sah dikatakan bahwa segala mereka yang melihat Nabi itu adalah orang terpercaya?”

Seluruh ahli hadits berpendapat bahwa seluruh shahabat adil, terpercaya. Kalau ta’rifnya sebagai yang tersebut, tidak dapat dipandang semua mereka yang melihat Nabi SAW itu adil, terpercaya. Tarikh telah menyatakan bahwa sebagian mereka yang melihat Nabi SAW telah melumuri atau menodai Islam.

Shahaby menurut lighat dan ’urf : ” Mereka sungguh-sungguh menyertai Nabi, seduduk sejalan dengan Nabi dalam sebagian waktunya, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan yang sperti mereke keadaannya.”

Adapun orang Baduy yang hanya bertemu dengan Nabi SAW satu jam dua jam saja, tidak dapat ditetapkan bahwa mereka itu adil, orang tersebut kita beri nama Muslim saja.

Menurut Tengku Muhammad Hasby ashiddieqy yang dikatakan Shahaby adalah orang yang memiliki persahabatan dengan Nabi SAW persahabatan yang mesra yang timbul dari keimanan dan ketaatan. Maka orang yang mempunyai suhbah yang erta dengan Nabi SAW seperti Jarir al-Bajaly walaupun tidak lama dapat dikatakan shahaby.

2. Cara mengenal Shahabat

Untuk menggolongkan seseorang kepada shahabat, hendaklah menggunakan salah satu dari lima ketentuan ini :
a. Berita yang Mutawatir bahwa orang itu adalah shahabat Nabi SAW seperti Khalifah empat dan sepuluh shahabat yang diakui mendapat surga dan yang lainnya.
b. Ditetapkan dari khabar masyhur dan mustafidl yang belum sampai derajat mutawatir, seperti kesahabatan Dlamam bin Tsa’labah dan ’Ukasyah
c. Dibritakan oleh shahabat yang lain seperti keshahabatan Hamamah bin Hamamh ad-Dausy, yang meninggal di Isfahan.
d. Keterangan seorang tabi’iy yang tsiqah, bahwa yang diterangkan itu adalah seorang shahaby. Ini berarti pentazkiyahan dari seseorang yang tsiqah, diterima.
e. Pengakuan sendiri seorang yang dianggap adil di zaman Rasulullah SAW. Pengakuan ini di anggap sah selama tidak lebih dari seratus tahun kewafatan Rasulullah SAW berdasarkan isyarat Rasulullah.






” Apakah yang kau lihat pada malamu ini ? bahwa di setiap awal seratus tahun tidak seorangpun yang tinggal dari golongan orang yang sekarang ini(sahabat) di atas permukaan bumi.”( H.R Bukhary-Muslim)

3. Keadilan Shahabat

Jumhur Ulama berpendapat, bahwa seluruh sahabat itu adalah adil, baik mereka yang terlibat fitnah pembunuhan, maupun yang tidak terlibat . Keadilan dalam hal ini adalah keadilan dalam periwayatan hadits, bukan keadilan dalam soal persaksian.

Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa keadaan sahabat itu tidak berbeda dengan keadaan orang lain, yakni ada yang adil dan ada pula yang tidak adil.

Golongan Mu’tazilah mengatakan, bahwa seluruh sahabat itu adil selain mereka yang terlibat pada pembunuhan Khalifah Ali. RA.

Imam Nawawi mengatakan, bahwa pendapat jumhur itu telah menjadi ijma’, oleh karena itu, pendapat yang mengahruskan penyelidikan keadilan shahabat, pendapat yang membedakan apakah terlibat dalam fitnah atau tidak dan lain sebagainya tidak perlu diperhatikan. Sebaiknya hendaklah berkhusnudzan kepada mereka agar terhindar dari dosa.

4.Shahabat-shahabat yang banyak meriwayatkan Hadits

Yang dimaksudkan banyak meriwayatkan hadits adalah shahabat-shahabat yang meriwayatkan hadits lebih dari 1000 hadits. Di antara mereka adalah :
- Abu Hurairah r.a. beliau meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits. Di antara jumlah tersebut 325 buah hadits disepakati oleh Bukhary dan Muslim, 93 hadits diriwayatkan oleh Bukhary sendiri dan 189 hadist diriwayatkan oleh Muslim (infarada bihi Muslim )
- Abdullah Bin Umar r.a. beliau meriwayatkan hadits sebanyak 2630 hadits. Di antara jumlah tersebut, yang muttafaq alaih sebanyak 170 hadits, yang infarada bihi al-Bukhary sebanyak 80 hadits dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 31 hadits.
- Anas bin Malik r.a. Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 168 hadits, yang infarada bihi al-Bukhary sebanyak 8 hadits dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 70 Hadits .
- Ummul Mukminin ’Aisyah r.a.beliau meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW sebanyak 2210 hadits. Dari jumlah tersebut, 174 muttafaq ’alaih, 64 hadits infarada bihi al-Bukhary, 68 hadist infarada bihi Muslim.
- Abdullah Ibnu Abbas .r.a.Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1660 hadits. Dari jumlsh tersebut, yang Muttafaq ’alaih sebanyak 95 hadits, yang infarada bihi al-Bukhary sebanyak 28 hadits, dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 49 hadits.
- Jabir Bin Abdullah r.a. Hadits-hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1540 hadits. Dari jumlah tersebut yang Muttafaq ’alaih sebanyak 60 hadits, yang infarada bihi al-Bukhary sebanyak 16 hadits,dan yang infarada bihi Muslim sebanyak 126 hadits
- Abu Sa’id al-Khudry .r.a. Hadits-hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 hadits. Dari jumlah tersebut, yang Muttafaq ’Alaih sebanyak 46 hadits, yang infarada bihi al-Bukhary sebanyak 46 hadits, yang infarada bihi Muslim sebanyak 52 hadits.

5.Jumlah Shahabat

Diriwayatkan oleh Bukhary dari Ka’ab ibn Malik bahwa jumlah sahabat Rasul banyak. Dan tidak dapat dikumpulkan oleh suatu kitab. Diwaktu Rasulullah SAW wafat, sahabatnya terdiri atas 144.000 orang. Ada yang meriwayatkan hadits darinya dan turut berhaji wada’ bersamanya. Semula mereka melihat Nabi SAW dan mendengar hadits beliau di Padang ’Arafah.

6. Thabaqat Shahabat

Ulama melihat kepada kemuliaan persahabatan dengan Nabi SAW seperti Ibnu Hibban dan lain-lain menjadikan semua sahabat dalam satu thabaqat. Ulama yang melihat kepada segi – segi yang lain, seperti halnya lebih dulu masuk Islam, dan menyaksikan pertempuran-pertempuran Rasulullah, menempatkan mereka beberapa thabaqat.

Penulis athabaqat, yaitu Muhammad Ibnu Sa’ad al-Baghdawi, cenderung kepada pendapat yang kedua. Para ahli hadits berbeda pendapat tentang thbaqat-thabaqat sahabat. Ibnu Sa’ad menhadikannya 5 thabaqat. Kemudian yang lain menjadikannya 12 thabaqat.
- Thabaqat Dua Belas
Thabaqat pertama,Sahabat yang masuk Islam pada permulaan Islam, seperti khulafaurrasyidin dan Bilal Bin Rabah.
Thabaqat kedua,Sahabat yang masuk Islam setelah orang quraisy bermusyawarah di Darun Nadwah untuk mencelakakan Nabi SAW.
Thabaqat ketiga,Sahabat yang hijrah ke Habsyah, seperti Hatib Ibn Umar,Suhail Ibn Baidla,Abu Hudzaifah Ibn Utbah.
Thabaqat Keempat,Sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah pertama. Seperti Rafi Ibn Malik, Ubadah Ibn Shamit, S’ad Ibn Zurarah.
Thabaqat Kelima, Sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah kedua, seperti Bara Ibn Ma’mar, Jabir Ibn Abdullah,Abdullah Ibn Zubair,Sa’ad Ibn Khaitsamah.
Thabaqat keenam,Sahabat yang berhijrah ke Madinah dan diberi gelar Muhajirin sebelum Nabi memasuki Madinah, karena waktu itu Nabi Masih di Quba.
Thabaqat Ketujuh,Sahabat yang bertempur pada waktu perang Badar.
Thabaqat Kedelapan, Sahabat yang berhijrah ke Madinah setelah perang Badar,dan sebelum Hudaibiyah.
Thabaqat Kesembilan,Sahabat yang turut mengadakan Baitu Ridwan
Thabaqat Kesepuluh, Sahabat yang Hijrah ke Madinah setelahperdamaian Hudaibiyah, sebelum futuh Makkah.
Thabaqat Kesebelas,Sahabat yang masuk Islam ketika Futuh Makkah.
Thabaqat Kedua Belas,Anak-anak yang dapat melihat Nabi setelah futuh Makkah dan Haji Wada’

- Thabaqat Lima
Thabaqat Pertama, Badry, Sahabat yang turut pada perang Badar.
Thabaqat Kedua, Sahabat yang dahulu masuk agama Islam, yang kebanyakan berhijrah ke Habsyah dan menyaksikan perang uhud dan setelahnya.
Thabaqat ketiga, Sahabat yang dapat melihat perang Khandaq.
Thabaqat keempat, Sahabat yang masuk Islam pada waktu futuh Makkah dan sesudahnya.
Thabqat kelima,Anak-anak dan Budak-budak.

7. Sahabat yang dipandang paling utama

- Abu Bakar kemudian abu Hafsah Umar Ibn Khattab kemudian Utsman Bin Affan kemudian Ali Bin Abi Thalib.
- Sahabat sepuluh ( Sa;ad Ibn Abi Waqash, Sa’id ibn Zaid, Talhah Ibn Ubaidiyah,Az-Zubair Ibnal-Awwam, Abd Rahman Bin Auf, Ubaidah Ibn al-Jasrah.
- Sahabat yang menyaksikan perang Badar, perang Uhud,yang hadir di bait Ridwan di Hudaibiyah
8. Shahabat-shahabat yang banyak fatwanya

- Abdullah Bin Abbas r.a.
- Umar Bin Khattab Khattab r.a.
- Ummul Mukminin ’Aisyah r.a.
- Abdullah Bin Umar r.a.
- Abdullah Bin Mas’ud r.a
- Zaid Bin Tsabit r.a
- Ali bin Abi Thalib r.a.
Kemudian setelah sahabat yang tujuh tersebut, masih ada 20 orang sahabat yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok sahabat yang banyak fatwanya, kendatipun tidak sebanyak tujuh sahabat tersebut di atas.

9. Shahabat-shahabat yang mendapat gelar Abdilah

Imam Nawawi menerangkannya di dalam kitab at-Taqrib, halaman : 34 bahwa sahabat yang nama depannya dengan Abdullah itu ada 220 orang. Dari jumlah tersebut hanya empat orang saja yang mendapat gelar ” Abdillah ”. Mereka itu adalah :
- Abdullah Ibnu Umar r.a.
- Abdullah Ibnu Abbas r.a.
- Abdullah Ibnu Zubair r.a.
- Abdullah Ibnu Amr Bin Ash r.a.

10. Shahabat-shahabat yang mula-mula masuk Islam

Menurut penelitian Muhaqqiqin ( para peneliti ),bahwa orang yang pertama masuk Islam Khadijah r.a.

Ats-Tsa’laby menganggap, bahwa pendapat para Muhaqqiqin tersebut sudah menjadi Ijma’. Hanya saja yang masih menjadi perselisihan, ialah orang-orang sesudah Khadijah r.a.Kemudian Imam Nawawi mengklasifikasikannya sebagai berikut :
- Golongan laki-laki dewasa merdeka Abu Bakar r.a.
- Golongan Pemuda Ali Bin Abi Thalib
- Golongan Wanita Khadijah
- Golongan budak Zaid Bin Haritsah, budak pemberian khadijah, yang setelah dibebaskan oleh Nabi, terus diambil anak angkat.
- Golongan hamba sahaya Bilal,Ia masuk Islam disaat masih menjadi budak Ibnu Jad’an. Ia dan ibunya ditebus oleh Abu Bakar r.a. dan kemudian dibebaskan, hingga terlepas dari siksaan-siksaan tuannya semula.

11. Sahabat yang paling Kahir Wafatnya

- Sahabat yang paling akhir wafat Abu Thufail al-Litsi, wafat pada tahun 100 H,ada juga yang mengatakan tahun 102 dan 107 H.
- Sahabat yang terakhir wafat di Madinah As-Sa’id Ibn Yazi wafat pada tahun 80 H.
- Sahabat yang terakhir wafat di Basrah Anas Bin Malik, wafat pada tahun 93 H.
- Sahabat yang terakhir wafat di Makkah abdullah ibn Abi Aufa, wafat pada tahun 88 H.
- Sahabat yang terakhir wafat di Syam, Abu Umamah dan Sudai ibn ajlam al-Bahi
- Sahabat yang terakhir wafat di Mesir Abdullah Bin Harits Az-Zabidi, wafat pada tahun 89 H.
- Sahabat yang terakhir wafat di Thaif abdullah Bin Abbas
- Sahabat yang terakhir wafat di Barqah Ruwaifi ibn Tsabit al-Anshary, wafat pada tahun 66 H
- Sahabat yang terakhir wafat di Yamamah Al-Hirmas Ibn Ziyad al-Banil
- Sahabat yang terakhir wafat di Samarkhand Al-fadhIbn Abbas
- Sahabat yang terakhir wafat di Sijistan al-’Ada ibn Khalid Ibn Handa.

H. Tabi’in dan Thabaqatnya

1. Ta’rif Tabi’in

Tabi’iy pada asalnya berarti pengikut. Dalam ilmu hadits, tabi’in ialah seluruh orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu dengan Nabi SAW dan tidak pula semasa dengan Nabi SAW. Ibnu Hajar Berkata :




” Tabi’iy itu orang yang menjumpai shahaby dalam keadaannya beriman dan mati dalam keadaan Islam”

2. Thabaqat Thabi’in

Ulama berbeda pendapat dalam pengelompokan tabi’in. Muslim mengelompokannya ke dalam 3 thabaqat. Ibnu Sa’ad mengelompokan ke dalam 4 thabaqat. Al-Hakim mengelompokan ke dalam 15 thabaqat.

3. Thabaqat Tabi’in Terakhir

Ialah yang berjumpa dengan Anas bin Malik di Basrah yang berjumpa dengan as-Sa’ib di Madinah, yang berjumpa Abu Umamah Shudai Ibn ’Ajlam di Syam, yang berjumpa dengan Abdullah ibn abi Aufa di Kufah,yang berjumpa dengan Abdullah ibn harits Az-Zabididi Mesir dan yang berjumpa dengan Abu Thufail di Makkah.

4. Thabi’in yang Paling Utama
- Menurut orang Madinah Sa’id Bin Musayyab
- Menurut orang Kufah Uwais al-Qorny
- Menurut orang Basrah Al-Hasan al-Bashary

I.Mukhadramin

Mukhadramin ialah orang-orang yang mengalami hidup pada zaman jahiliyah dan hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW dalam keadaan Islam, tetapi tidak sempat menemui Nabi dan mendengarkan hadits daripadanya. Dengan demikian Mukhadramin adalah sebagian tabi’in , bahkan menurut Ibnu Hajar, mereka tergolong tabi’in besar. Seperti Amru bin maimun, Aswad bin Yazid an-Nakha’iy, Su’aid bin Ghaflah, Suraij bin Hani dan lain-lain.

Imam Muslim mencatat jumlah Mukhadramin sebanyak 20 orang, Al-Iraqy mencatatnya sebanyak 42 orang dan Al-Hafidz ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Isobah menghitung lebih dari jumlah-jumlah tersebut.

J. Al-Mawali

Ialah para rawi dan ulama yang semula asalnya Budak. Mengetahu Mawali ini juga termasuk hal yang tidak baik untuk diabaikan.

Orang yang memerdekakan budak disebut maula dan hak perwaliannya disebut wala’’ Hak wala’ ini kadang-kadang diperoleh karena :

1. Memerdekakan Budak
2. Janji Prasetia untuk tolong menolong
3. Mengislamkannya.

K. Penutup

Keberadaan Hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an membawa banyak pemikiran untuk menjaga dan melestarikan kemurniannya agar tidak tercemar dengan usaha-usaha pemalsuan hadits, oleh karena itu begitu selektifnya persyaratan yang harus dipenuhi seorang Rawi. Dan dalam kerangka seperti itu, ilmu Rijalul Hadits menjadi salah suatu cabang Ilmu Hadits yang sangat dominan, sehingga muhaditsin berkata : setengan dari ilmu hadits adalah ilmu Rijal al-Hadits.

Wallahu’alam

Referensi

An-Nawawi , At-Taqrib , Maktabah Bahiyah, Mesir

Endanng Soetari, Ilmu Hadits –kajian riwayah dan dirayah- Mimbar Pustaka, Bandung 2008

Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, al-Ma’arif, Bandung, 1974

Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,Pustaka Rizki Putra, Semarang 2009

Mahmud Thalhan, Taysir Musthalahul Hadits, Surabaya, 1985

Shalih Subhi, Ulum Hadits wa Musthalahuhu, Beirut, 1997

Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar