Sabtu, 17 Juli 2010

PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk yang paling mulia di sisi Allah swt. melebihi seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini. Manusia juga merupakan makhluk yang paling baik bentuknya melebihi makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah karena diberi diberi akal untuk berfikir, serta daya kehidupan yang akan membentuk suatu peradaban. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk yang lainnya (seperti jin, binatang, dan malaikat). Karena memiliki pikiran yang sempurna inilah, maka manusia akan mudah menerima perubahan dan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.

Dalam kehidupan, manusia memiliki dua peranan, yaitu sebagai pemimpin alam semesta, dimana ia diberi keleluasaan untuk memanfaatkan seluruh isi alam selama ia mampu, dan yang kedua manusia sebagai hamba (‘abid) yang wajib taat dan turut serta patuh kepada aturan Allah swt. Sehingga ketika manusia mampu memainkan peranannya dengan baik, maka jaminannya adalah bahgis di dunia dan di akhirat, dan seandainya gagal, maka ia akan celaka dunia dan akhirat.

Dengan latar belakang yang mendasar inilah seluruh proses pendidikan berjalan sepanjang hidup. Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu masalah publik yang harus ditangani dan diperhatikan seluruh pihak, terutama pemerintah. Hal ini terlihat dan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang pada hakekatnya bertujuan mencari nilai tambah agar kehidupan hari esok lebih baik daripada kehidupan hari ini.[1]

Untuk menyiapkan SDM yang mampu mengantisipasi di era globalisasi atau abad terbuka ini, maka seluruh lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, di Indonesia, memiliki tugas dan beban tanggung jawab yang tidak ringan. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut dituntut untuk dapat menciptakan dan mempersiapkan SDM yang sesuai dengan harapan dan tuntutan zaman global.[2]

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Dalam prakteknya, masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini, tidak hanya dari segi materi dan moril, namun telah pula ikut serta memberikan sumbangsih yang signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini dengan munculnya berbagai lembaga atau perguruan swasta yang merupakan bantuk dari penyelenggaraan pendidikan masyarakat.

Salah satu lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tersebut, selain jalur pendidikan sekolah, adalah pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Untuk lebih mengenal apa dan bagaimana dunia pondok pesantren, pemakalah akan mencoba mendeskripsikan secara umum bagaimana konsep pendidikan pondok pesantren dengan melihat ciri-ciri pendidikan pondok pesantren, penggolongan pondok pesantren, serta sistem dan tujuan pendidikan pondok pesantren.

PEMBAHASAN

A. CIRI-CIRI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

1. Pengertian Pondok Pesantren

Memahami pengertian pondok pesantren bias dilihat dari dua kata, yakni pondok dan pesantren. Secara etimologis, kata pondok berasal dari kata funduk (bahasa Arab) yang berarti penginapan atau asrama. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata dasar santri. Menurut pendapat Profesor John, sebagaimana dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier, menyatakan bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.[3] Namun menurut CC Berg berpendapat bahwa istilah santri berasal dari ‘istilah shatri’, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku ilmu pengetahuan. Tempat santri sering juga disebut ‘pondok’, tempat menginap, itulah sebabnya biasa dikenal dengan sebutan ‘pondok pesantren’.

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa ‘pondok pesantren adalah sebagai tempat mengajar, belajar agama Islam, di asrama atau kobong dan tempat murid-murid belajar mengaji.’[4] Sedangkan Zamakhsyari Dhofier mengemukakan bahwa ‘sebuah pesantren pada dasarnya adalah asrama pendidikan agama Islam tradisional, di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang guru, atau lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk siswa/santri tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masked untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.’[5]

Jadi, pondok pesantren itu merupakan suatu tempat di mana terjadinya proses belajar mengajar berlangsung, dan tempat tinggal para santri merupakan suatu komplek pemondokan yang tempatnya tidak berjauhan dengan rumah kyai dan komplek pesantren. Pengajarnya adalah seorang kyai atau ustaz, dengan system yang dikenal dengan cara non-klasikal dengan menggunakan metode sorogan atau wetonan, dalam arti system pengajarannya bersifat individual, buku atau sumber pelajaran yang digunakan diambil dari kitab-kitab klasik (yang berbahasa dan berhuruf Arab tanpa baris/gundul).

2. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan elemen penting dalam proses pengembangan pesantren. Di sinilah para santri dari berbagai pelosok belajar ilmu-ilmu agama. Eksistensi pondok pesantren sangat menunjang dalam proses sosialisasi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan.

Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tertua khas Indonesia. Ia merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi para pecinta ilmu dan peneliti yang berupaya mengurai anatominya dari berbagai dimensi. Pendidikan di pesantren semula merupakan pendidikan agama yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di negeri ini. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-tempat pengajian disebut ‘nggon ngaji’, yang telah merumuskan kurikulumnya, yakni pengajaran bahasa Arab, Tafsir, Hadis, Tauhid, Fiqh, Akhlak, Tasawuf, dan lain-lain. Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri) yang kemudian disebut pesantren.[6]

Oleh karena itu, pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh di lingkungan masyarakat yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan agama Islam yang sangat menunjang terhadap pembinaan moralitas bangsa dan suksesnya pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sangat diperlukan untuk mengisi pembangunan dan menjalankan roda pemerintahan, terutama saat dicangkannya otonomi daerah seperti saat ini.

Dimensi fungsional pondok pesantren ini tidak bisa dilepaskan dari hakekat dasarnya bahwa pondok pesantren tumbuh berawal dari masyarakat sebagai lembaga informal desa dalam bentuk yang sangat sederhana. Oleh karena itu, perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan (Islam) lebih jauh mengarah kepada nilai normative,[7] edukatif,[8] dan progresif[9].[10] Selain itu, adanya perubahan dalam pesantren sejalan dengan derap pertumbuhan masyarakatnya, sesuai dengan hakekat pondok pesantren yang cenderung menyatu dengan masyarakat. Sehingga, dengan kondisi lingkungan masyarakat dan pesantren yang sedemikian rupa, maka pondok pesantren memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan,

b. Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah,

c. Pondok pesantren sebagai lembaga sosial.

3. Karakteristik Pesantren

Salah satu di antara upaya penyebaran agama Islam pada awal kemunculannya mengambil pola upaya agama Hindu yang sudah sangat kuat saat itu dengan beberapa kodifikasi sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam. Istilah padepokan dan mandala diganti menjadi pondok pesantren atau pesantren, catrik (kader; murid ahli agama) menjadi santri, dan kegiatan belajar mengajar agama hindu menjadi mengaji (pengajian) dalam agama Islam. Sehingga, dapat dikatakan, istilah pesantren, seperti halnya mengaji, bukanlah berasal dari Arab, melainkan dari India.[11]

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainnya, baik ari aspek sistem pendidikan maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi pendidikannya, terlihat dari proses belajar mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat memadukannya dengan system pendidikan modern.[12] Yang mencolok dari perbedaan ini adalah perangkat-perangkat pendidikannya, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Keseluruhan pendidikan itu merupakan unsur-unsur dominan dalam keberadaan pondok pesantren.

Ada beberapa ciri/karakteristik yang secara umum dimiliki oleh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai lembaga social yang secara informal terlibat dalam pengembangan masyarakat pada umumnya. Zamakhsyari mengajukan lima unsur perbedaan (karakter) pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi; pondok, masjid, pengajran kitab-kitab Islam klasik, santri, dan kyai.[13]

B. PENGGOLONGAN PONDOK PESANTREN

Secara umum, pesantren dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yakni pondok pesantren salaf atau tradisioanal dan pesantren khalaf atau modern. Sebuah pesantren disebut salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, mereka juga memasukkan pola pendidikannya ke dalam unsur-unsur modern yang ditandai dengan system klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (untuk disesuaikan dengan system sekolah).

Sedangkan menurut H.M Yacob, ia mengemukakan penggolongan pesantren sebagai berikut:

1. Pesantren Salafi; system yang tetap dipertahankan adalah system pengajaran (materi pengajaran) yang sumbernya dari kitab-kitab klasik atau kitab kuning dengan huruf Arab gundul (tanpa baris); system sorogan.

2. Pesantren Khalafi; pesantren yang menerapkan system pengajran klasikal, memasukan pengetahuan dan bahasa non-Arab ke dalam kurikulum dan pada akhir-akhir ini menambahkan lagi dengan berbagai keterampilan dan usaha kecil. Dalam pondok model ini biasanya terdapat sekolah-sekolah umum.

3. Pesantren Kilat; semacam training untuk remaja dan anak-anak yang didesain begitu rupa sebagai program pesantren dalam waktu yang tidak terlalu lama. Peserta pesantren ini biasanya pelajar sekolah non-pesantren. Tujuan pesantren ini adalah meningkatkan keterampilan beribadah, kemandirian, dan kepemimpinan, yang juga merupakan tema utama dalam kegiatan tersebut.

4. Pesantren Terintegrasi; model ini biasanya seperti latihan-latihan yang ditujukan untuk meningkatkan vocational yang biasanya dikembangkan oleh balai latihan kerja, balai pengembangan belajar, dan lain-lain. Program ini terintegrasi begitu rupa dengan latihan kepesantrenan. Peserta model pesantren ini adalah mereka yang para pencari kerja.

C. SISTEM DAN TUJUAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, system pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan bagi pesantren. Perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia yang berkaitan dengan gagasan modernisasi Islam di kawasan ini mempengaruhi dinamika keilmuan di lingkungan pesantren. Gagasan modernisasi Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad ke-20 Masehi, pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern. Pemrakarsa pertama dalam hal ini adalah organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jamat Khair, al-Irsyad, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama.[14]

Pada awal perkembangan gagasan modernisme pendidikan Islam terdapat dua kecenderungan pokok yang mendasari upaya ke arah modernisasi organisasi-organisasi Islam di atas. Di satu pihak adopsi sistem dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Titik tolak modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem kelembagaan pendidikan modern (Belanda), bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam tradisonal.[15] Pada pihak lain terdapat upaya yang bertitik tolak justru dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam itu sendiri. Di sini lembaga pendidikan Islam yang sebenarnya telah ada sejak waktu lama mulai dimodernisasi. Sistem pendidikan pesantren dan surau yang merupakan lembaga pendidikan Islam asli (pribumi) dimodernisasi, misalnya dengan mengambil atau mencontoh aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, khususnya dalam kandungan kurikulum, teknik dan metode pengajaran, dan sebagainya.

Modernisasi pendidikan Islam dilihat dari perubahan perkembangan kebudayaan dan peradaban dunia sekarang ini, memang sulit dielakkan. Sistem dan kelembagaan pesantren sulit untuk bisa maju tanpa modernisasi. Tetapi modernisasi sistem dan kelembagaan pesantren berlangsung bukan tanpa problem atau kritik. Sehingga kegiatan pendidikan sebagai upaya mempertahankan dan melanjutkan hidup dan kehidupan manusia, menjadi dalah satu factor pendidikan, adalah tujuan pendidikan.[16]

Secara umum, system dan tujuan pendidikan pesantren ini dapat ririnci sebagaimana berikut ini:

1. Substansi Pendidikan Pondok Pesantren

Pendidikan pesantren mempunyai keunikan tersendiri yang dapat membedakan dengan lembaga-lmbaga lainnya. Ciri yang membedakannya paling tidak dalam hal: misi, lingkungan politik, program yang ditawarkan, dan struktur keorganisasiannya.

Selain itu, keunikan system dan nilai yang berlaku dalam pendidikan pesantren berimplikasi bahwa mengelola upaya pendidikan pesantren tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Nilai-nilai tersebut, baik yang menyangkut cita-cita, falsafah, maupun tuntunan social. Ciri-ciri tersebut secara singkat adalah sebagai berikut:

a. Berlangsung sesuai dengan minat peserta didik

b. Peserta didik relative bervariasi, baik ditinjau dari usia dan latar belakang tikan pendidikan dan orang tua.

c. Pada pesantren salafi, lama pendidikan tidak ditentukan dengan target waktu melainkan dengan keberhasilan. Maka lama belajar di sebuah pesantren tidak sama, tergantung pada kecerdasan dan kesungguhan belajar santri.

2. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

System dapat diartikan sebagai suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian, di mana satu sama lain saling berhubungan dan saling berkaitan. Dengan demikian pengertian system pendekatan dan pembelajaran di pesantren adalah cara-cara pendekatan yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran kitab-kitab salafiyah di suatu pesantren agar tujuan pendidikan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.[17]

Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat memadukan unsure-unsur pendidikan yang amat penting. Pertama, ibadah untuk menanamkan iman dan taqwa kepada Allah swt.; kedua, tablig untuk penyebaran ilmu; dan ketiga, amal untuk mewujudkan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kenyataannya, dewasa ini penyelenggaraan system pendidikan dan pengajaran di pesantren dapat digolongkan menjadi 3 bentuk, yaitu sebagai berikut:

a. Pesantren yang cara pendidikannya dan pengajarannya menggunakan metode sorogan dan bandongan, yaitu seorang kyai mengajarkan santri-santrinya berdasarkan pada kitab-kitab klasik yang ditulis dalam bahsa Arab, karya ulama abad pertenaghan, dengan system terjemahan. Umumnya, pesantren semacam ini steril dari pengetahuan umum, orang biasanya menyebutnya dengan pesantren salaf atau tradisional.

b. Pesantren yang walaupun mempertahankan pendidikan dan pengajran seperti pesantren pertama, akan tetapi lembaga ini telah memasukkan pendidikan umum ke pesantren, seperti SD, SLTP, SLTA, atau memasukkan sitem madrasah ke pesantren.

c. Pesantren di dalam system pendidikan dan pengajarannya mengintegrasikan system madrasah ke dalamnya dengan segala jiwa, nilai, dan atribut-atribut lainnya. Di dalam pengajarannya memakai metode didaktik dan system evaluasi pada setiap semester, dan pengajarnya memakai system klasikal, diambil dari disiplin yang ketat dengan full asrama atau santri diwajibkan berdiam di asrama. Pesantren model ini dinamakan dengan pesantren modern.

3. Dimensi-Dimensi Pendidikan di Pondok Pesantren

a. Murid atau Santri

Istilah murid di sekolah dapat dinyatakan identik dengan santri di sebuah pesantren, dengan sedikit perbedaan ketaatan dan penghormatan terhadap guru dan kyai. Sikap hidup dan penghormatan santri terhadap kyai berurat akar pada budaya dari mana santri tersebut berasal.

Sikap hidup dan pengabdian santri terhadap kyai tidak terlepas dari masyarakat mana mereka berasal, meskipun mereka dididik sebagai muslim tapi kehidupan mereka tidak terlepas dari kebiasaan yang mereka bawa dari daerah asalnya. Masyrakat mengenal santri adalah sebutan bagi mereka yang sedang mengaji/belajar, atau mereka yang pernah belajar pada pesantren atau kyai tertentu.

Tidak ada ketentuan kapan seorang santri harus dating ke pesantren untuk mulai belajar, mereka dating ke pesantren untuk belajar mungkin hanya menurut firasatnya, dengan maksud mau belajar, demikian juga halnya ketika mereka akan pulang, jika menurut perasaan mereka telah tamat, berhenti belajar karena ada halangan, atau pindah ke pesantren lain dengan alasan meneruskan atau pindah belajar, tidak ada ketentuan. Mereka dating kapan sajan dan meninggalkan pesantren kapan saja, dengan catatan memberitahu kepda kyai sebagai pemilik tunggal pesantren di mana mereka kan mulai belajar atau berhenti belajar.

Pesantren sebagai subkultural, member kesempatan kepada setiap pelajar/santri untuk belajar kapan dia mau belajar, tentang apa dia mau belajar (sesuai dengan kondisi pesantren di mana ia belajar), di tempst mana (lingkungan) mana dia mau belajar, dan dari sumber mana (kyai, santri, masyarakat sekitar atau kegiatan lainnya yang ada di pesantren).

b. Kurikulum dan Jaringan Belajar

Yang dimaksud dengan kurikulum adalah seluruh kegiatan yang direncanakan bagi terjadinya proses belajar-mengajar dalam suatu lembaga. Terjadinya kegiatan tersebut dapat dilakukan di dalam lembaga atau di luar lembaga dalam waktu yang disediakan atau di luar waktu yang disediakan dengan catatan kegiatan tersebut ada kaitannya dengan apa yang direncanakan untuk dipelajari.

Agama Islam yang ditulis dalam kitab kuning itulah yang direncanakan untuk dipelajari oleh santri dalam waktu sesuai dengan kemampuan masing-masing santri. Masyarakat yang akan menentukan dan member predikat sampai setinggi mana ilmu agama yang dimiliki seorang yang pernah duduk pada sebuah pesantren.

Ada dua alasan dalam penggunaan istilah jaringan belajar; pertama, untuk membedakan jaringan kerja (net work), kemudian kedua, bahwa jaringan belajar merupakan jaringan keuntungan untuk memperoleh informasi karena sumber yang banyak dan dapat digunakan kapan saja seorang mau belajar.

Pesantren dalam bentuk aslinya tidak mengenal syarat-syarat yang biasa kita kenal dengan; syarat akademik, usia, sikap, dan keterampilan tertentu, mereka hamper tidak mengenal tahun ajaran dan lama belajar yang dihubungkan dengan tingkat kemampuan akademik.

Patut dikemukakan jaringan belajar pada pesantren yang dikenal dengan istilah tradisional/model asli dengan cirri antara lain: 1) mata pelajaran/kajian masih bersumber pada kitab kuning, 2) materi yang diajarkan seratus persen agama Islam dan 3) tradisi kesufian yang masih dominan, meliputi dua macam jaringan belajar (a) jaringan belajar yang teratur/normal, yaitu materi-materi yang berkaitan dengan agama Islam atau semi agama; serta (b) jaringan belajar yang kurang teratur untuk materi yang non-agama Islam (hal yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan upah jiwa).

PENUTUP

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia, perannya telah banyak dirasakan oleh bangsa ini dalam membina dan mengajak umat manusia, khususnya umat Islam, supaya tetap menuntut ilmu untuk bekal dunia dan akhirat secara ikhlas. Karena tanpa ilmu, usaha kita di dunia akan mendapat hasil yang nihil. Pesantren mengajak umat manusia untuk berhubungan dengan sesame umat dan bekal beribadah kepada Allah swt.

DAFTAR PUSTAKA

Azizi, A Qodry, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2002)

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999)

Damuri, Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Raudhatul Mubtadiin Desa Leuwikujang-Leuwimunding Kabupaten Majalengka, (Bandung: tesis UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2004)

Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren; Proyek Peningkatan Pendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003)

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994)

Fathurrahman, Pupuh, Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu Abad XXI, (Bandung: Tunas Nusantara, 2000)

al Ghazali, M. Bahri, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2003)

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren; Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994)

Poerdarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1986)

Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1986)

Uwes, Sanusi, Visi dan Pondasi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Wacana Ilmu, 2001)

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995)


[1] Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren; Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994)

[2] Pupuh Fathurrahman, Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu Abad XXI, (Bandung: Tunas Nusantara, 2000), hlm. 3-4

[3] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 18

[4] WJS Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1986), hlm. 746

[5] Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, hlm. 41

[6] A Qodry Azizi, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 7

[7] Nilai-nilai normative pada dasarnya meliputi kemampuan masyarakat dalam mengerti dan mendalami ajaran-ajaran Islam dalam artian ibadah mahdah, sehingga masyarakat menyadari akan pelaksanaan ajaran agama yang selama ini dipupuknya. Karena kebanyakan masyarakat cenderung memiliki agama, tetapi belum menghayati agama.

[8] Nilai-nilai edukatif meliputi tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat muslim secara menyeluruh, tidak terbatas, baik dalam masalah agama maupun dalam ilmu pegetahuan pada umumnya.

[9] Nilai-nilai progresif maksudnya adalah kemampuan mesyarakat dalam memahami perubahan masyarakat seiring dengan adanya tingkat perkembangan ilmu dan teknologi.

[10] M.Bahri al Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2003), hlm. 35-46

[11] Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 21

[12] Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, hlm. 17-27

[13] Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, hlm. 44-45

[14] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), hlm. 12.

[15] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 90.

[16] Tujuan pendidikan bukanlah suatu yang statis. Tujuan pendidikan adalah berupa sifat-sifat yang harus ada pada manusia terdidik(seperti cakap, terampil, jujur, dan lain sebagainya) yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan tantangan dan kesempatan hidup anak didik. Lihat Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Wacana Ilmu, 2001), hlm. 19

[17] Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren; Proyek Peningkatan Pendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003), hlm. 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar